10 Tahun Bersama Lupus – Part 5 (End insyaallah)
Januari 30, 2019
“Sesungguhnya urusan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah! Maka jadilah sesuatu itu.”
(QS. YaSin ayat 82)
Memaksakan diri itu tak baik, kilas balik akhir 2018.
Fenty dan suaminya, kerap
berkunjung ke kediaman kami. Entah pagi pagi sebelum berangkat bekerja atau
Sabtu saat libur sekedar sarapan lontong bersama, ataupun malam sepulang kerja
sekedar numpang sholat dan bercengkrama dengan anak anak. Ya, Fenty dan
suaminya sangat dekat dengan anak anak kami layaknya orangtua kandung. Pernah
suatu kali saat aku mengedukasi anak anak di rumah, aku pernah bilang, “Mama
mendidik kalian semaksimalnya supaya kalian bisa mandiri nak. Kalau mama papa
meninggal cepat, kalian sama siapa? So, kalian harus bisa survive dari kecil. “
Anak anak malah jawab : “Loh, kan
ada ujing sama Om Koko ma.. Orang tu kan menganggap kami macam anak anak sendiri.
Kami aja tau orang tu bedua sayang kali sama kami…kami pun sayang sama Ujing
sama Om koko..”
Masyaallah.. begitulah anak anak.
Tak bisa membohongi apa yang dilakukan dengan hati.
Sudah beberapa kali kedatangan
mereka ke rumah Fenty selalu mengenakan kacamata. Saat mau sholat dan membuka hijab,
aku lihat sekujur badannya bengkak. Aku Tanya : “Kenapa bengkak dek? Kumat
lupusmu? Coba ceklah, sebelum fatal. Upayakan cuti sehari dalam seminggu”
Aku selalu menganjurkan istirahat
dan cuti, karena sepanjang sepengetahuanku, perusahaan tempatnya bekerja sangat
manusiawi, memanusiakan manusia. Jarang ada perusahaan di zaman hedon seperti
ini seperti kantornya. Maksudku, mumpung dapat perusahaan yang sayang sama
karyawannya apa salahnya kita menikmati fasilitas cuti. Tapi Fenty justru
berpendapat lain, dimatanya justru karena perusahaan sudah sangat baik, dia
wajib menjaga kepercayaan itu jangan sampai berubah. Dia berupaya sekuat tenaga
melawan sakit demi untuk tetap menghormati aturan kantor dan atasannya. Ah,
orang memang selalu punya pandangan berbeda.
“Kami belum ada uang kak, sudah
pas pasan buat obat maintenance ku
setiap bulan. Subhanallah.. aku hanya
diam. Toh aku juga sedang kosong kas untuk membantu pengobatan terakhirnya.
Hahaha gak berani nyuruh berobatlah. Prinsipku, kalau berani nyuruh ya
campakkan ke hadapannya uang 100 juta. Itu baru kakak keren. Ini, mana sedang
miskin sok pulak ngasi ide.
Halah… siskot!siskot! hahaha…
Begitupun, dalam keadaan bengkak
seperti itu, dia tetap membicarakan rencana-rencananya. “Kak, tanggal 23
Desember Kak Dewi dan Kak Lena akan datang ke rumah kami. Nanti tolong ko
masakkan ikan nila asam manis sama sayur jelantah ya buat makannya.” Begitulah
dia, masih sebulan kemudian kakak iparnya kumpul di rumahnya udah sebulan
sebelumnya dipaksanya aku memasukkan menu ke agenda. Tapi, apa yang enggak lah
buat Fenty daripada dia demam gegara itu hahhaa… Banyak lagi program akhir
tahun lain yang disampaikannya kemarin.
Hingga pada suatu siang saat aku
di perjalanan pulang dari mengajar di salah satu kampus Fenty menelepon, “Kak,
aku baru dari spectrum, ginjal ku bocor kak” Aku langsung ngerem mendadak. Aku
memarkirkan mobil ke pinggir jalan berusaha tetap tenang walau terkejut bukan
kepalang. “Bocor???? Allahuakbar. Kok bisa gitu?” jantungku semakin tak
terkendali.
“Iya, insyaallah kalau ada uang
aku cek darah dan konsul lah ke dokter. Tadi Koko baru dapet rezeki, aku
kepikiran lagsung aku ke spectrum untuk memastikan kenapa aku bengkak.”
Astaghfirullah.. Spectrum itu,
laboratorium khusus milik dokter gyno tan. Aku terdiam dan cari ide. Ini bukan
perkara main main. Aku gak bisa tinggal diam. Aku hanya berdoa lamat lamat
dalam hati semoga Allah bukakan jalan untuk membantu.
Allah memang Maha baik.
Sesampainya aku di rumah, menyimpan mobil ke dalam garasi, minum segelas air,
aku mulai membuka WA. Sampailah mataku pada salah satu chat yang isinya begini
:
“Assalamualaikum mumubutikue,
bisakah kami memesan kue tampah tradisional sebanyak 70 tampah buat acara di JW
Marriot hotel??”
Aku gak berani senang dulu, aku
memastikan bahwa itu bukan permainan belaka. Alhamdulillah akhirnya Ibu pemesan
tersebut menelepon sambil bilang “Alamat tokonya dimana bu.. saya mau antar
uang kue tampah lunas. Cash aja gak papa kan..”
Ya Allah ya Allah.. tolong siska
ya Allah kabar baik apa ini…. Alhamdulillah singkat cerita proses pembayaran
berjalan lancar tanpa tawar menawar sedikitpun, langsung koordinasi buat hari H
acara. Saat itu juga aku bisa bilang ke
Fenty : “pergilah dek, konsul dan berobat bagus bagus hingga tuntas nih
uangnya..” aseek… saking senangnya, dia masih menyempatkan diri membantu proses
finishing touch tampah tampah yang akan diberangkatkan ke Hotel hits itu.
Alhamdulillah…Satu masalah terlewati..
Berdasarkan anjuran dokter, Fenty
harus mengambil tindakan imunoterapi dan dirawat di Rumah Sakit. Berdua
suaminya Fenty pun rawat inap di Rumah Sakit Royal Prima selama 1 minggu.
Indikasinya lupus sudah menyerang ginjal, makanya sekujur tubuh hingga leher
dan wajah mengalami pembengkakan. Akibat hal ini, Fenty harus mengurangi kadar
air yang masuk ke dalam tubuhnya. Fenty hanya boleh mengkonsumsi maksimal 600
ml air putih saja sehari semalam. Badannya kian bengkak, kakinya harus dibalut
hingga batas pangkal paha untuk mengurangi penambahan bengkak. Balutan yang
ketat itu menambah emosinya. Kami hanya berupaya menyabarkan saja karena tak
mampu membantu mengurangi rasa sakitnya. Selama di Rumah Sakit, Fenty diet
ketat mengurangi karbohidrat. Setiap hari Fenty kebanyakan mengkonsumsi pokat
mentega dan makanan anyep karena harus diet gula juga. Gula, bisa
memperburuk kondisi ginjalnya. Aku mulai gak sanggup melihatnya. Tapi Koko,
suaminya sangat menenangkan. Kesabarannya mendampingi dan humor humor yang kerap
disampaikannya kadang menambah motivasi kami. Pada tahap ini, selesai
imunoterapi, dikarenakan dokter akan melakukan pemeriksaan pasien di Rumah
Sakit di luar negeri, demi meminimalisir pengeluaran, Fenty diperbolehkan
pulang dan melakukan perawatan sendiri di rumah. Setidaknya 14 hari lah Fenty di
rumah dan tetap pergi bekerja setiap hari dalam keadaan bengkak.
“Ujing gak kan pecah kan ma”
Ammar sampai mengungkapkan kekhawatirannya melihat Fenty sudah sekeras kayu
sekujur badannya. Tapi, ya kami harus bersabar menunggu dokter pulang sambil
menyusun kekuatan keuangan. Tapi, karena uang belum terkumpul, sampai dokter
telah tiba di Medan kembali Fenty belum kunjung kontrol ulang. Hingga pada
suatu pagi, saat aku sudah diperjalanan ke kampus untuk mengajar, kulihat
hapeku berbunyi, tertera disitu Fenty, kudengar suara Koko macam orang sedang
khawatir kelas berat. “Kak ika… Fenty kak… “ Aku meminggirkan mobil. “Kenapa
ko?” Aku mulai was was.
“Semalaman dia batuk kak. Tiba
tiba menjelang pagi mulai ngawur gak sadar kak…Ini Awak menuju praktek dokter
Gyno” Astaghfirullah aku mulai nangis emosi. “Oke, kakak langsung ke dokter
Gyno kita jumpa disana ya. “ Aku gak sempat berpikir dua kali. Aku telepon
mahasiswaku komting kelas aku batalkan pertemuan hari itu. Aku menelepon Umi, ibu angkat. Pikiranku sudah jelek. “Mi,
Ika jemput Umi ke sekolah ya. Fenty gak sadar. Kita ke dokter Gyno ya mi.”
Umi gak ada pilihan, ya, beliau,
walau ibu angkat memang care pada
kami berdua. Apapun akan dilakukannya kalau kami dalam keadaan terdesak. Dalam
sepuluh menit aku sudah tiba di sekolah Umi di Medan Estate pancing. Aku gak
tau mobil yang kukendarai lari berapa. Yang penting sampai. Kami berdua Umi
langsung ke Mongonsidi 45. Sampai disana, Fenty sudah tidak mengenali kami.
Pandangan matanya blank. Koko panik namun berusaha tenang. Saat itu, dokter
langsung membuat surat rujukan rawat darurat ke Rumah Sakit. Koko kuanjurkan
pulang untuk mengambil pakaian dan keperluan Fenty selama dirawat. Aku dan Umi
membawa Fenty secepat kilat ke rumah sakit. Karena proses pendaftaran biasanya bertele
tele dan Fenty kulihat sudah semaput, dari tempat parkir, aku langsung
membopong Fenty ke lantai 10 Rumah Sakit itu tempat khusus pasien dokter Gyno
dirawat melalui lift yang tak pernah sepi. Selanjutnya pendaftaran pasien
dibantu oleh pihak Rumah Sakit. Aku memang mengacungi jempol atas pelayanan
Rumah Sakit Royal Prima ini. Setidaknya itu yang aku rasakan. Pihak Rumah Sakit
langsung melakukan proses tindakan sesuai rujukan dokter tanpa basi basi.
“Kenapa lagi kak Fenty kak?” salah satu suster bertanya. “Hentahlah kak..
jalani ajalah” aku mulai kehilangan kendali. Pikiranku berkecamuk. Terlebih
ketika proses pemasangan infus. Karena pembuluh darahnya kecil, suster agak
mengalami kesulitan setiap melakukan pemasangan infus. Tak kurang 6 orang
petugas Rumah Sakit biasanya yang dikumpulkan untuk memasang jarum saja. Kadang
jarum yang digunakan terpaksa yang berukuran 24, untuk anak bayi. Huft.
Akhirnya orang ke 8, Abang Abang, top scorer si jago pasang infus di Rumah
Sakit itu yang berhasil memasang infus
itu dengan sukses tanpa tangisan pasien. Alhamdulillah. Semoga Bang Umar (sebut
saja dia begitu) disehatkan Allah selalu.
Sekian hari berlalu. Fenty sudah
mendapatkan imunoterapi mabtera yang saat ini harganya mengalami kenaikan yang
sangat signifikan. Per ampul mabtera seharga 26,5 juta. Kami belum punya uang
saat itu, uang kami sesuai izin suamiku sudah kusetorkan semuanya ke rekening
Fenty tanpa sisa. Malam itu juga aku dan Koko berunding untuk menjual mobil.
Koko segera mencari pembeli dan Alhamdulillah mulai info dishare orang- orang segera menanggapi. Akhirnya Koko, mendapatkan
uangnya dan mabtera segera dilakukan. Argo rumah sakit jalan terus. Tiap hari
tim marketing rumah sakit menginformasikan tunggakan pembayaran tapi kami tetap
diberi pelayanan prima.
Selesai mabtera, saat dokter visit dokter bilang : “Lupusnya tak
terkendali, ginjalnya terganggu. Sekarang
otak nya juga diserang. Jadi memorinya hilang. Kosakata yang dia ingat
juga hilang semua. Dia lagi error.Berdoalah semoga terjadi hal hal baik ya..”
Yaaa Allah sampai kapan begini
terus…. Aku gak bisa tidur.
Bahkan suamiku pada suatu malam
bilang gini : “Sering abang liat Fenty kambuh, tapi untuk yang kali ini gak
sanggup lihat perubahannya. Semoga dikasi Allah yang terbaik lah ya..”
Fenty tetap di Rumah sakit. Dia
tak lagi bisa bicara. Kami hanya berupaya keras memahami keinginannya melalui
bahasa tubuh. Pernah suatu kali dia menangis kesal gara gara sudah masuk waktu
sholat, Koko yang setiap sholat berupaya sholat di masjid dimanapun, belum
kembali dari masjid. Memang sejak memorinya hilang, Fenty sholat dipandu Koko.
Karena semua surat yang pernah dia hapal ikut hilang.
Koko belum kembali. Aku sudah
menyuapkannya makan siang. Sambil bicara bagai orang bisu, dia berusaha
menyampaikan maksudnya. Aku tak kunjung menebak dengan benar. “Haus? Mau BAB?
Pegal?” semua tebakan salah. Sampai sekitar 45 menit itu terjadi hingga dia
menjerit menangis karena kesal. Akhirnya Koko sampai, aku baru ingat dia belum
sholat. “Ooooo.. ko mau sholat???” dia menganggung sambil memukul mukul kakinya.
Ya Allah.. miris hati ini… Dia yang sedang dalam keadaan sakit hilang memori
aja masih ngotot mau sholat. Bagaimana dengan aku?????????
Dalam keadaan kepepet, Koko tetap berusaha menghibur. |
Kehabisan uang, Fenty terpaksa dibawa pulang.
Beberapa hari di Rumah Sakit,
belum ada perubahan. Lidahnya semakin cadel. Wajah sudah tidak beres bentuknya
akibat bengkak. Kaki semakin mengeras seperti kayu. “Belum bisa dikendalikan
lupusnya. Kita harus kasi mabtera satu kali lagi..” Kata dokter saat visit. Aku dan Koko langsung tengok tengok’an. Apalagiiii lah yang
mau kami jual untuk membeli cairan bernama indah mabtera itu.
Bolak balik diskusi, kehilangan
ide, hoyong, akhirnya dengan sangat terpaksa, kami memutuskan give up. Kami gak punya akal lagi harus
cari uang dimana. “Kita pulang ajalah Ko. Bismillah. Kita tunggu keajaiban
Allah buat kita. Apalagi yang mau kita buat kan?” Koko pun pasrah. Aku
membisikkan ke telinga Fenty, “Dek, ikhlaskan ya dek, kita pulang, nanti kita
minta sama Allah yang terbaik. Kau yang kuat ya…..” alhamdulillah Fenty pun
ikhlas dibawa pulang. Kami membawa dia pulang ke rumahnya sambil digendong
Koko. Karena saat itu dia tidak bisa jalan. Modalnya cuma obat obatan dari
dokter seplastik.
Sehari di rumahnya, minta dibawa kerumah Jemadi, tempat kami
dilahirkan.
Tit..tit… bunyi alarm mobil.
Kulihat Koko menggendong Fenty masuk kerumah kami. Aku segera menyiapkan tempat
di sofa ruang tengah karena aku pikir, mereka cuma berkunjung sebentar. Fenty
ditidurkan disana. Mendengar Fenty sudah pulang, banyak orang yang ingin datang
melihat. Fenty sangat senang. Terpancar kebahagiaan melihat perhatian orang
orang yang datang dan mendoakan. Hingga sore, dia mulai agak gelisah saat ada
tamu terakhir di sore itu. Setelah tamu pulang aku meminta Koko membawa Fenty ke kamar.”telpon lah mama Ko, kalian
gak usah pulang aja,”kataku pada Koko agar mamanya dirumah tak khawatir. “Syaffa, Ammar, kalian tidur sama Mama dulu
sementara ya.. Ujing mau nginap sini, pakai kamar kalian dulu ya..” aku meminta
izin Syaffa Ammar. Kami memang terbiasa mengkomunikasikan segala hal. Walaupun
anak, mereka tetap berhak dianggap. “Oke ma.. gak papa… “ kami mulai
membereskan kamar itu. Setelah beres, Fenty pun digendong ke kamar dan berusaha
istirahat dan tidur, dengan kondisi masih bisa merespon sekeliling. Jam
menunjukkan pukul 18.00 menjelang maghrib.
Aku akan tetap berusaha memeluknya sebagaimana orang tua kami mengajarkan sejak kecil. |
Koma 30 jam di rumah Jemadi.
Waktu berjalan, semakin malam,
Fenty mulai demam, batuk tak kunjung berhenti nafasnya sesak. Geraknya mulai
gelisah. Aku pande pandean. “Kita ke Rumah Sakit lagi dek?” Dia menggeleng
lemah. Tiba pukul 22.00 Wib, Fenty berbisik ke telinga Koko, “kayaknya udah
waktunya”… Degh!! Koko khawatir tapi tak memberitahu aku. Kegelisahan semakin
memuncak hingga jam menunjukkan pukul 03.00 dini hari. Fenty tak bereaksi.
Badannya dingin. Tak respon sama sekali. Dia koma. Allahu Akbar. Aku betul
betul tak terima. Menangis tak berkesudahan. Saat itu, aku mulai menyalahkan
diriku. Kenapa aku tak berusaha lebih keras untuk mencari uang? Tinggal dia
darahku, itupun aku tak berjuang. Tiba tiba dia menjerit.. meregang… beberapa
kali mendampingi keluarga sakaratul maut, semacam orang sekarat itulah
reaksinya. Bola matanya hampir keluar dari tempatnya. Terbalik dan putih semua.
Kami bertalqin di telinganya. Aku
pikir, mungkin inilah cara Allah memisahkan kami. Beginilah cara Allah
memanggilnya. Dalam keadaan koma, dia dengan fasih bisa mengucap “Laa
ilaahailallah…” Allahu Akbar..” Alam bawah sadarnya masih bekerja dengan sangat
baik. Aku tak bisa menahan tangis. Koko juga. Dalam tangis kami mengaji bersama
sama sepanjang malam hingga pagi. Kami hanya berhenti mengaji untuk sholat. Aku
bahkan tak buang air kecil selama puluhan jam. Lupa!
Selesai sholat subuh, Bou mertua
Fenty datang bersama anak angkatnya Bu Lela. Mereka pun mengaji tak berhenti.
Umi yang kupanggil juga datang bersama sahabat sahabat papa semasa hidup, Tante
Ida dan Etek. Orang lain, tapi dekat dengan kami. Mereka pun membantu bertalqin
dan berdoa. Bou, mengerahkan seluruh keponakan Koko di Padang Lawas dan Stabat
untuk ikut mengaji mendoakan yang terbaik buat Fenty. Selama kurun waktu itu,
pada ayat tertentu tiba tiba dia bereaksi berlebihan, kadang kakinya menegang
atau tangannya menarik narik ujung
seprai. Kali lain mulutnya mengeluarkan suara ngorok. Di akhir akhir hari
hampir pagi, tubuhnya meregang,tak bergerak
lagi, tapi nafasnya masih ada. Sesekali kami menyapukan air putih ke bibirnya
yang kering. Tangannya terlipat di dada. Kakinya dingin. Atas masukan Bou
mertuanya, kami melumuri kakinya dengan minyak telon agar hangat kembali. Kami
pakaikan kaus kaki. Istimewanya, selama proses tak sadarkan diri itu, diaper yang dipakaikan padanya terus
menerus penuh. Seluruh cairan dalam tubuhnya keluar tak berhenti. Terakhir
disertai kotoran yang menghitam. Mengurusi diaper nya sambil menagis, tak tahan
aku bisikkan ke telinganya : “Bertahanlah dek, aku gak bisa kau gak ada. Cuma
kaulah sandaran aku manusia. Bertahanlah. Jadilah pemenang. Aku tahu Allah
masih ngasih kita kesempatan sama sama…” sambil menangis tak berhenti. Tak bisa
kupicingkan mata ini untuk tidur.
Pagi pun datang. Aku undur diri
pada Koko, “Ko, kakak cuci piring dulu ya. Sebentar aja.” Aku pikir, sesulit
apapun, anakku, suamiku, juga harus makan, rumah harus beres. Aku mengerjakan
tugas rumah sebentar. Koko tetap mengaji. Hingga tepat pukul 09. 00 pagi Koko
berteriak memanggil : “Kak Ika… Kak Ika…. “ Aku melompat langsung ke kamar. Ya
Allah..Kulihat Fenty membuka matanya sambil senyum lemah pucat pasi. Ya
Allaaaaah aku langsung sujud syukur saat itu juga. Kuciumi pipinya berulang
kali. Betapa bahagiaaaaa rasanyaaaaa. Ya. Setelah 30 jam koma Allah kasi Fenty
sadar tepat saat Koko sampai pada bacaan QS. Al Israa ayat 85 : “Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh.
Katakanlah, “ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan
hanya sedikit.”
Tak henti aku mengucapkan syukur
Alhamdulillah. Allah memang Maha Besar.
Sadar dari koma, kehilangan kosakata dalam memori otak dan syaraf bicara terganggu, Fenty kembali ke rumahnya.
Setelah Fenty sadar dari koma,
dia masih terlihat sangat kebingungan. Banyak hal yang ingin disampaikan tak
mampu disampaikannya. Beruntung perusahaan memberikan izin cuti khusus untuk recovery. Setiap hari kami sibuk menebak
apa yang ingin disampaikan. Bahkan dia tidak mampu menulis satu kosa kata pun
padahal selama ini tulisannya sangat rapi dan bagus.
Tapi sebagaimana aku pernah
menyampaikan pada part sebelum ini, bahwa kembali sehatnya orang sakit, selain
karena ketentuan Allah, sangat bergantung pada cara pendamping nya merawatnya. Beberapa
minggu dirawat dirumahku, ketika tiba saat anak anak selesai libur sekolah, Bou
mertua Fenty dan suaminya memutuskan Fenty untuk dibawa pulang ke rumah mereka.
“Fenty tanggung jawab suaminya Ka. Kami insyaallah akan mengurusnya dengan
baik.” Kata Bou. Masyaallah.. Disaat dunia ini hampir pecah, kami diberi
anugerah berkumpul dengan orang orang soleh dan soleha seperti mereka sungguh
itu keajaiban dari Allah. Untuk membantu proses perawatan, kakak ipar Fenty menyediakan
waktu sepenuhnya untuk mendampingi hingga sembuh, walau dengan meninggalkan
anaknya sementara yang sudah SMA di Padang Lawas dan dirawat oleh kakak ipar
yang lain. Aku tak bisa berkata kata. Pada kesempatan lain, kakak kakak ipar
lainnya lagi bergantian datang berkunjung bersama para keponakan sebagai wujud
perhatian pada Fenty. Akupun secara berkala datang ke rumah mereka dan sesekali
ikut menemani terapi. Karena bercakap cakap kami yakini mempercepat syaraf
bicaranya kembali normal. Bercerita tentang masa lalu, kami percayai sebagai
salah satu terapi mengembalikan kembali memorinya yang telah hilang. Sesekali
kami melatihnya menulis, memegang pulpen, menggunakan sendok atau berjalan dalam
jarak pendek dan tetap didampingi.
Hijrah ke pengobatan Thibun Nabawi.
Keputusan besar untuk membawa
Fenty pulang kerumah dan mengupayakan pengobatan tanpa obat dokter kemarin
awalnya murni karena kami tak punya uang. Sempat menelepon dokter dan mengajukan
agar Fenty bisa dibantu pengobatannya oleh BPJS tapi tak bisa. Hahaha sudahlah..
tutup buku aja. Tapi siapa yang dapat menyangka akhirnya kami justru menerima
keajaiban Allah yang tak hanya memberi pembelajaran pada Fenty, tapi juga kami
yang merawatnya. Kondisi Fenty saat keluar dari Rumah Sakit kadar HB nya belum
normal Cuma 5 dan susah untuk naik ke kondisi normal. Setelah sadar, kami
diskusi serius soal apa yang harus kami lakukan besok tanpa obat obatan lupus
yang selama 10 tahun sudah bersama Fenty. Aku dan Koko dengan ikhlas menerima
masukan Bou yang tentu sudah lebih berpengalaman. “Bou haqqul yaqin Fenty
sembuh dengan izin Allah. Kita bismillah aja dengan pengobatan herbal. “ Umi,
kemarin sempat menyumbangkan sebotol sari kurma produk HPAI yang dipercaya
mampu meningkatkan kadar HB. Kami membelinya beberapa botol dan memberikan pada
Fenty sesuai dosis anjuran. Salah seorang sahabat yang aku tak pernah bertatap
muka, teman di fesbuk Dita
Amanah menghadiahi minyak kutus kutus tanpa aba aba yang akhirnya ampuh
menghilangkan bekas bekas serangan lupus pada kulit Fenty. Alhamdulillah…
terima kasih Dita dan semua sahabat yang tak dapat kusebutkan satu persatu,
yang membantu meringankan kondisi kami. Akhirnya kami memulai semua pengobatan
yang selama ini takut kami lakukan karena khawatir memperparah kondisi Fenty.
Semoga Allah mengganti semua kebaikan sahabat dan keluarga dengan rezeki dan
kesehatan berlimpah.
Insyaallah sehidup dan sesurga. |
Apa itu pengobatan Thibun Nabawi
Secara bahasa, Thibbun
Nabawi berarti kedokteran ala
Nabi. Rasul memang tidak pernah
memerintahkan umatnya untuk membuat system pengobatan yang disebut Thibun Nabawi ini, namun banyaknya
hadist yang berbicara tentang kesehatan, sistem pengobatan, penyembuhan dan
obat obatan menunjukkan bahwa sesungguhnya Rasul sangat peduli kesehatan. Ini
merupakan ijtihad para ulama yang peduli terhadap masalah ini kemudian
mengumpulkan hadist-hadist berkaitan dengan pengobatan secara Islam dikumpulkan
pada bab ath-thib yaitu bab tentang pengobatan. Mereka
menjelaskan maksud hadist dan sisi ilmiahnya. Dari kumpulan hadist ini
kkemudian para ulama menulis buku yang dinamakan thibun nabawi. Beberapa ulama yang menulis buku khusus soal masalah
ini adalah : Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Imam Adz-Dzahabi dan Imam As –
Suyuthi.
Ibnu Qayyim A-Jauziyyah
meggambarkan thibbun nabawi ini adalah bentuk
pengobatan yang sesuai petunjuk pengobatan yang pernah dipraktekkan oleh Rasul
semasa hidupnya. Pengobatan ini tidak hanya berpusat pada kesehatan fisik tapi
juga hati. Dimana sehatnya hati ini
tandanya seorang muslim mengenal dengan baik Allah, Tuhan yang menciptakannya.,
mengenal nama, sifat, perbuatan dan hokum hokum Allah. Selalu mencari ridho Allah,
melakukan yang disukaiNya dan menjauhi yang dibenciNya.
Digambarkan Ustadz DR. Muhammad
Ali Toha Assegaf dengan konsep smart
healing nya, Pengobatan sebagaimana kehidupan yang ditunjukkan oleh Rasul
ini meliputi empat hal yaitu :
- Preventif
- Kuratif.
- Rehabilitatif
- Promotif.
Hal ini sangat berkaitan erat
dengan gaya hidup seorang muslim dalam menjalankan kesehariannya. Risalah yang
dibawa Rasul untuk tindakan Preventif yang
mengarah kepada risalah akidah dan agama, Dalam pengertian ini menurut Prof.
Dr. Abdul Basith, Rasul menitikberatkan filsafat kedokteran dalam tiga hal
sebagai berikut :
1. Membersihkan
kedokteran dari unsur Khurafat, perdukunan, sihir dan sejenisnya.
2. Meletakkan
dasar tindakan pencegahan dari penyakit seperti membersihkan lingkungan dan
berupaya merealisasikannya pada hal hal yang bersifat wajib.
3. Mempraktekkan
tindakan pencegahan dari penyakit saat dibutuhkan.
Dalam hal pencegahan
penyakit, Rasul mengawali dari diri sendiri seperti bersuci, berwudhu, mandi,
melakukan sunnah sunnah fitrah, istinja, siwak atau menyikat gigi, shalat,
puasa, memakan makanan yang halal dan thayib, menjauhi makanan yang haram,
menjauhi narkoba, menjauhi rokok, tidak menggauli istri yang sedang dalam
keadaan haid, mementingkan pemberian ASI, menjaga kebersihan lingkungan dan
mengupayakan pencegahan penyakit menular dan penyakit kelamin salah satunya
dengan cara menjauhi zina.
Sedangkan dalam
upaya penyembuhan penyakit DR.
Muhammad Toha Ali Assegaf menjelaskan bisa dengan lima cara yaitu :
mengoptimalkan ibadah, mengatur makanan, membacakan doa-doa menggunakan obat
obat resep dari Rasulullah dan memperbaiki lingkungan.
Jika penyakit sudah datang
menyerang tubuh atau pikiran, walaupun sudah dilakukan upaya pencegahan maka
segera lakukan terapi pengobatan (kuratif)
dengan cara cara yang syar’I mengikuti petunjuk dari perilaku Rasul. Rasul
pernah bersabda : “berobatlah, tetapi jangan berobat dengan yang haram.”
Dalam hal berobat ini, Rasul
selalu mengambil obat yang bersifat tunggal (al-adawiyah al-mufradah atau al
adawiyah al bashitah) bukan obat campuran (al adawiyah al murakkabah). Biasanya untuk penyembuhan Rasul
menggunakan obat Antara lain : madu, kurma, zaitun, thalbinah dan sebagainya.
Adapun metose yang biasa dilakukan rasul selain konsumsi obat obatan tersebut
salah satunya adalah bekam. Jika harus dilakukan tindakan operasi, hendaklah berkonsultasi
dengan dokter muslim yang amanah yang melakukan pengobatan secara syar’I pula.
Setiap Muslim perlu mengetahui
bahwa terapi thibbun nabawi ini tidak
bekerja instan, melainkan bertahap yaitu : release
(mengeluarkan), relax (menenangkan),
regeneration (mengganti dengan yang
baru) dan refunction (mengembalikan
fungsi)
Jika telah dilakukan upaya
penyembuhan selanjutnya memasuki tahap rehabilitatif
dimana seseorang yang telah menjalani perawatan harus menjaga kesehatan
dengan membangun kembali agar pulih seperti semula. Hal ini harus dibantu
dengan melakukan ibadah ibadah yang memiliki dimensi kesembuhan dan pengobatan
seperti berdoa, membaca Al-Qur’an, shalat tahajjud, sedekah dan lainnya
disamping memperkuat ibadah wajib seperti sholat lima waktu, puasa Ramadhan,
zakat dan ibadah haji jika memiliki kemampuan fisik dan finansial.
Hingga pada akhirnya sampailah
pada tahap promotif, menyusun langkah peningkatan kualitas hidup
dengan menjaga fisik dan mental dari
segala sesuatu yang dapat merusaknya. Bisa dengan memaksimalkan adab adab
islami dengan menghiasi jiwa dan diri dengan perbuatan terpuji, meningkatkan
rasa syukur, tidak angkuh dan sombong, menjauhi sifat dengki, memperbanyak maaf
dan silaturahim, berbaik sangka pada Allah dan lain lain.
Berkenalan dengan Rumah Sehat Thibbun Nabawi Ustad Musdar Bustamam
Tambusai.
Melalui Bou, kami mengenal Umi
Rahma, istri Al Ustad Musdar Tambusai, salah satu praktisi pengobatan Thibbun
Nabawi di Medan. Di Rumah Sehat inilah sekarang kami melabuhkan harapan sembari
dibimbing secara perilaku syar’i. Untuk penanganan pengobatan Fenty, kami
melakukan kontrak pengobatan selama 3 bulan penuh. Di awal kontrak, kami
dikenai biaya 5,5 juta rupiah untuk penanganan selama 3 bulan penuh. Dengan
dana itu, kami diberi fasilitas obat parem yang terdiri dari 60 jenis rempah
dari berbagai Negara di belahan dunia yang lain, mendapatkan 12 kali terapi
pemijatan dan 5 kali terapi bekam jika kondisi HB dan tubuhnya sudah normal.
Pengobatan ini dilakukan sesuai hasil pemeriksaan terakhir dari Rumah Sakit. Selain
dana tersebut di atas, kami juga harus melengkapi obat obatan pendukung dari
HPAI seperti sari kurma, gamat, spirulina dan madu propolis sesuai anjuran.
Untuk perbaikan syaraf otak, kami dianjurkan membeli Bking yang sudah terbukti
banyak berhasil mengobati pasien stroke dan penyakit terkait syaraf lainnya.
Di awal mengikuti langkah terapi
di Rumah Sehat, Fenty mengalami efek keluarnya cairan yang menyebabkan tubuhnya
bengkak selama ini. Akhirnya dia benar benar menjadi kurus. Namun, dengan
bantuan obat obatan yang dikonsumsi, akhirnya Allah mengizinkan nafsu makaannya
bertambaah dan pelan pelan mengalami kemajuan. Kosakata yang bisa dikeluarkannya
mulai banyak, mulai bisa duduk dan makan sendiri, mulai fast response jika
diajak bicara dan banyak kemajuan lain. Bahkan kemajuan paling signifikan,
sekarang Fenty sudah lepas diapers. Alhamdulillah. Bahkan kemarin, dia berusaha keras menceritakan pengalamannya saat koma. Aku melarangnya. Aku bilang padanya, cukuplah itu menjadi rahasia Allah dan tak perlu diungkapkan. Kami meyakini, kemajuan ini
juga tak luput dari doa doa para sahabat dan keluarga. Semoga semua yang
mendoakan diberi Allah kesehatan.
Mungkin selama ini kami telah
sangat jauh melangkah di bumi Allah dengan mendekati bahkan melakukan hal hal
yang belum benar dalam pandangan agama. Termasuk bagaimana kami menyikapi
kehidupan dan gaya hidup serta bagaimana kami menyikapi sakit dan penyakit yang
diberikan Allah. Tapi hidup adalah proses belajar seumur hidup. Orang tua kami
selalu mengingatkan : “Tuntutlah ilmu hingga ke liang lahat”. Mungkin
pada rangkaian proses ini Allah ingin memberikan peringatan yang berbeda
daripada sebelumnya. Sungguh, kami hanya berupaya kembali berbaik sangka pada
ketentuan Allah. Seperti manusia lain, kami ingin memperbaiki diri dengan lebih
baik. Satu satunya doaku buat Fenty hari ini adalah Allah benar benar angkat penyakitnya dan sembuh seperti sediakala. Bagaimanapun, aku ingin dia bahagia_
Bersama para kakak ipar yang menyayanginya setulus hati bak saudara kandung. |
Harapannya, seluruh proses dalam cerita ini kelak akhirnya bisa menjadi warisan bagi anak cucu kami bagaimana nenek moyangnya berupaya menjadi orang yang kuat dan berdiri tegak walau berkali kali oleng. Kapal akan benar benar tenggelam hanya ketika Allah memerintahkannya mati dalam keadaan terkubur di air sesuai janjinya. Dan janji itu sudah tercatat di Lauhul Mahfuzh.
Begitu juga kami dan ketentuan akan kami.
Wawlahualam bissawab.
Referensi : Halal- Haram Ruqyah, ust. Musdar Bustamam Tambusai
3 komentar
Alhamdulillah...kita hanya ikhtiar (berusaha), kesembuhan ada dlm kekuasaan Allah semata.
BalasHapusterima kasih ustad
Hapusaminnn abangda. makasi yaaa
BalasHapus