10 Tahun Bersama Lupus – Part 5 (End insyaallah)

Januari 30, 2019




“Sesungguhnya urusan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah! Maka jadilah sesuatu itu.”
(QS. YaSin ayat 82)


Memaksakan diri itu tak baik, kilas balik akhir 2018.
Fenty dan suaminya, kerap berkunjung ke kediaman kami. Entah pagi pagi sebelum berangkat bekerja atau Sabtu saat libur sekedar sarapan lontong bersama, ataupun malam sepulang kerja sekedar numpang sholat dan bercengkrama dengan anak anak. Ya, Fenty dan suaminya sangat dekat dengan anak anak kami layaknya orangtua kandung. Pernah suatu kali saat aku mengedukasi anak anak di rumah, aku pernah bilang, “Mama mendidik kalian semaksimalnya supaya kalian bisa mandiri nak. Kalau mama papa meninggal cepat, kalian sama siapa? So, kalian harus bisa survive  dari kecil. “
Anak anak malah jawab : “Loh, kan ada ujing sama Om Koko ma.. Orang tu kan menganggap kami macam anak anak sendiri. Kami aja tau orang tu bedua sayang kali sama kami…kami pun sayang sama Ujing sama Om koko..”
Masyaallah.. begitulah anak anak. Tak bisa membohongi apa yang dilakukan dengan hati.
Sudah beberapa kali kedatangan mereka ke rumah Fenty selalu mengenakan kacamata. Saat mau sholat dan membuka hijab, aku lihat sekujur badannya bengkak. Aku Tanya : “Kenapa bengkak dek? Kumat lupusmu? Coba ceklah, sebelum fatal. Upayakan cuti sehari dalam seminggu”
Aku selalu menganjurkan istirahat dan cuti, karena sepanjang sepengetahuanku, perusahaan tempatnya bekerja sangat manusiawi, memanusiakan manusia. Jarang ada perusahaan di zaman hedon seperti ini seperti kantornya. Maksudku, mumpung dapat perusahaan yang sayang sama karyawannya apa salahnya kita menikmati fasilitas cuti. Tapi Fenty justru berpendapat lain, dimatanya justru karena perusahaan sudah sangat baik, dia wajib menjaga kepercayaan itu jangan sampai berubah. Dia berupaya sekuat tenaga melawan sakit demi untuk tetap menghormati aturan kantor dan atasannya. Ah, orang memang selalu punya pandangan berbeda.
“Kami belum ada uang kak, sudah pas pasan buat obat maintenance ku setiap bulan. Subhanallah.. aku hanya diam. Toh aku juga sedang kosong kas untuk membantu pengobatan terakhirnya. Hahaha gak berani nyuruh berobatlah. Prinsipku, kalau berani nyuruh ya campakkan ke hadapannya uang 100 juta. Itu baru kakak keren. Ini, mana sedang miskin sok pulak ngasi ide. 
Halah… siskot!siskot! hahaha…

Begitupun, dalam keadaan bengkak seperti itu, dia tetap membicarakan rencana-rencananya. “Kak, tanggal 23 Desember Kak Dewi dan Kak Lena akan datang ke rumah kami. Nanti tolong ko masakkan ikan nila asam manis sama sayur jelantah ya buat makannya.” Begitulah dia, masih sebulan kemudian kakak iparnya kumpul di rumahnya udah sebulan sebelumnya dipaksanya aku memasukkan menu ke agenda. Tapi, apa yang enggak lah buat Fenty daripada dia demam gegara itu hahhaa… Banyak lagi program akhir tahun lain yang disampaikannya kemarin.
Hingga pada suatu siang saat aku di perjalanan pulang dari mengajar di salah satu kampus Fenty menelepon, “Kak, aku baru dari spectrum, ginjal ku bocor kak” Aku langsung ngerem mendadak. Aku memarkirkan mobil ke pinggir jalan berusaha tetap tenang walau terkejut bukan kepalang. “Bocor???? Allahuakbar. Kok bisa gitu?” jantungku semakin tak terkendali.
“Iya, insyaallah kalau ada uang aku cek darah dan konsul lah ke dokter. Tadi Koko baru dapet rezeki, aku kepikiran lagsung aku ke spectrum untuk memastikan kenapa aku bengkak.”
Astaghfirullah.. Spectrum itu, laboratorium khusus milik dokter gyno tan. Aku terdiam dan cari ide. Ini bukan perkara main main. Aku gak bisa tinggal diam. Aku hanya berdoa lamat lamat dalam hati semoga Allah bukakan jalan untuk membantu.

Allah memang Maha baik. Sesampainya aku di rumah, menyimpan mobil ke dalam garasi, minum segelas air, aku mulai membuka WA. Sampailah mataku pada salah satu chat yang isinya begini :
“Assalamualaikum mumubutikue, bisakah kami memesan kue tampah tradisional sebanyak 70 tampah buat acara di JW Marriot hotel??”
Aku gak berani senang dulu, aku memastikan bahwa itu bukan permainan belaka. Alhamdulillah akhirnya Ibu pemesan tersebut menelepon sambil bilang “Alamat tokonya dimana bu.. saya mau antar uang kue tampah lunas. Cash aja gak papa kan..”
Ya Allah ya Allah.. tolong siska ya Allah kabar baik apa ini…. Alhamdulillah singkat cerita proses pembayaran berjalan lancar tanpa tawar menawar sedikitpun, langsung koordinasi buat hari H acara.  Saat itu juga aku bisa bilang ke Fenty : “pergilah dek, konsul dan berobat bagus bagus hingga tuntas nih uangnya..” aseek… saking senangnya, dia masih menyempatkan diri membantu proses finishing touch tampah tampah yang akan diberangkatkan ke Hotel hits itu. Alhamdulillah…Satu masalah terlewati..

Berdasarkan anjuran dokter, Fenty harus mengambil tindakan imunoterapi dan dirawat di Rumah Sakit. Berdua suaminya Fenty pun rawat inap di Rumah Sakit Royal Prima selama 1 minggu. Indikasinya lupus sudah menyerang ginjal, makanya sekujur tubuh hingga leher dan wajah mengalami pembengkakan. Akibat hal ini, Fenty harus mengurangi kadar air yang masuk ke dalam tubuhnya. Fenty hanya boleh mengkonsumsi maksimal 600 ml air putih saja sehari semalam. Badannya kian bengkak, kakinya harus dibalut hingga batas pangkal paha untuk mengurangi penambahan bengkak. Balutan yang ketat itu menambah emosinya. Kami hanya berupaya menyabarkan saja karena tak mampu membantu mengurangi rasa sakitnya. Selama di Rumah Sakit, Fenty diet ketat mengurangi karbohidrat. Setiap hari Fenty kebanyakan mengkonsumsi pokat mentega dan makanan anyep  karena harus diet gula juga. Gula, bisa memperburuk kondisi ginjalnya. Aku mulai gak sanggup melihatnya. Tapi Koko, suaminya sangat menenangkan. Kesabarannya mendampingi dan humor humor yang kerap disampaikannya kadang menambah motivasi kami. Pada tahap ini, selesai imunoterapi, dikarenakan dokter akan melakukan pemeriksaan pasien di Rumah Sakit di luar negeri, demi meminimalisir pengeluaran, Fenty diperbolehkan pulang dan melakukan perawatan sendiri di rumah. Setidaknya 14 hari lah Fenty di rumah dan tetap pergi bekerja setiap hari dalam keadaan bengkak.
“Ujing gak kan pecah kan ma” Ammar sampai mengungkapkan kekhawatirannya melihat Fenty sudah sekeras kayu sekujur badannya. Tapi, ya kami harus bersabar menunggu dokter pulang sambil menyusun kekuatan keuangan. Tapi, karena uang belum terkumpul, sampai dokter telah tiba di Medan kembali Fenty belum kunjung kontrol ulang. Hingga pada suatu pagi, saat aku sudah diperjalanan ke kampus untuk mengajar, kulihat hapeku berbunyi, tertera disitu Fenty, kudengar suara Koko macam orang sedang khawatir kelas berat. “Kak ika… Fenty kak… “ Aku meminggirkan mobil. “Kenapa ko?” Aku mulai was was.
“Semalaman dia batuk kak. Tiba tiba menjelang pagi mulai ngawur gak sadar kak…Ini Awak menuju praktek dokter Gyno” Astaghfirullah aku mulai nangis emosi. “Oke, kakak langsung ke dokter Gyno kita jumpa disana ya. “ Aku gak sempat berpikir dua kali. Aku telepon mahasiswaku komting kelas aku batalkan pertemuan hari itu. Aku menelepon  Umi, ibu angkat. Pikiranku sudah jelek. “Mi, Ika jemput Umi ke sekolah ya. Fenty gak sadar. Kita ke dokter Gyno ya mi.”
Umi gak ada pilihan, ya, beliau, walau ibu angkat memang care pada kami berdua. Apapun akan dilakukannya kalau kami dalam keadaan terdesak. Dalam sepuluh menit aku sudah tiba di sekolah Umi di Medan Estate pancing. Aku gak tau mobil yang kukendarai lari berapa. Yang penting sampai. Kami berdua Umi langsung ke Mongonsidi 45. Sampai disana, Fenty sudah tidak mengenali kami. Pandangan matanya blank. Koko panik namun berusaha tenang. Saat itu, dokter langsung membuat surat rujukan rawat darurat ke Rumah Sakit. Koko kuanjurkan pulang untuk mengambil pakaian dan keperluan Fenty selama dirawat. Aku dan Umi membawa Fenty secepat kilat ke rumah sakit. Karena proses pendaftaran biasanya bertele tele dan Fenty kulihat sudah semaput, dari tempat parkir, aku langsung membopong Fenty ke lantai 10 Rumah Sakit itu tempat khusus pasien dokter Gyno dirawat melalui lift yang tak pernah sepi. Selanjutnya pendaftaran pasien dibantu oleh pihak Rumah Sakit. Aku memang mengacungi jempol atas pelayanan Rumah Sakit Royal Prima ini. Setidaknya itu yang aku rasakan. Pihak Rumah Sakit langsung melakukan proses tindakan sesuai rujukan dokter tanpa basi basi. “Kenapa lagi kak Fenty kak?” salah satu suster bertanya. “Hentahlah kak.. jalani ajalah” aku mulai kehilangan kendali. Pikiranku berkecamuk. Terlebih ketika proses pemasangan infus. Karena pembuluh darahnya kecil, suster agak mengalami kesulitan setiap melakukan pemasangan infus. Tak kurang 6 orang petugas Rumah Sakit biasanya yang dikumpulkan untuk memasang jarum saja. Kadang jarum yang digunakan terpaksa yang berukuran 24, untuk anak bayi. Huft. Akhirnya orang ke 8, Abang Abang, top scorer si jago pasang infus di Rumah Sakit  itu yang berhasil memasang infus itu dengan sukses tanpa tangisan pasien. Alhamdulillah. Semoga Bang Umar (sebut saja dia begitu) disehatkan Allah selalu.

Sekian hari berlalu. Fenty sudah mendapatkan imunoterapi mabtera yang saat ini harganya mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Per ampul mabtera seharga 26,5 juta. Kami belum punya uang saat itu, uang kami sesuai izin suamiku sudah kusetorkan semuanya ke rekening Fenty tanpa sisa. Malam itu juga aku dan Koko berunding untuk menjual mobil. Koko segera mencari pembeli dan Alhamdulillah mulai info dishare orang- orang segera menanggapi. Akhirnya Koko, mendapatkan uangnya dan mabtera segera dilakukan. Argo rumah sakit jalan terus. Tiap hari tim marketing rumah sakit menginformasikan tunggakan pembayaran tapi kami tetap diberi pelayanan prima. 
Selesai mabtera, saat dokter visit dokter bilang : “Lupusnya tak terkendali, ginjalnya terganggu. Sekarang  otak nya juga diserang. Jadi memorinya hilang. Kosakata yang dia ingat juga hilang semua. Dia lagi error.Berdoalah semoga terjadi hal hal baik ya..”

Yaaa Allah sampai kapan begini terus…. Aku gak bisa tidur.
Bahkan suamiku pada suatu malam bilang gini : “Sering abang liat Fenty kambuh, tapi untuk yang kali ini gak sanggup lihat perubahannya. Semoga dikasi Allah yang terbaik lah ya..”
Fenty tetap di Rumah sakit. Dia tak lagi bisa bicara. Kami hanya berupaya keras memahami keinginannya melalui bahasa tubuh. Pernah suatu kali dia menangis kesal gara gara sudah masuk waktu sholat, Koko yang setiap sholat berupaya sholat di masjid dimanapun, belum kembali dari masjid. Memang sejak memorinya hilang, Fenty sholat dipandu Koko. Karena semua surat yang pernah dia hapal ikut hilang.
Koko belum kembali. Aku sudah menyuapkannya makan siang. Sambil bicara bagai orang bisu, dia berusaha menyampaikan maksudnya. Aku tak kunjung menebak dengan benar. “Haus? Mau BAB? Pegal?” semua tebakan salah. Sampai sekitar 45 menit itu terjadi hingga dia menjerit menangis karena kesal. Akhirnya Koko sampai, aku baru ingat dia belum sholat. “Ooooo.. ko mau sholat???” dia menganggung sambil memukul mukul kakinya. Ya Allah.. miris hati ini… Dia yang sedang dalam keadaan sakit hilang memori aja masih ngotot mau sholat. Bagaimana dengan aku?????????

Dalam keadaan kepepet, Koko tetap berusaha menghibur.

Kehabisan uang, Fenty terpaksa dibawa pulang.
Beberapa hari di Rumah Sakit, belum ada perubahan. Lidahnya semakin cadel. Wajah sudah tidak beres bentuknya akibat bengkak. Kaki semakin mengeras seperti kayu. “Belum bisa dikendalikan lupusnya. Kita harus kasi mabtera satu kali lagi..” Kata dokter saat visit. Aku dan Koko langsung tengok tengok’an. Apalagiiii lah yang mau kami jual untuk membeli cairan bernama indah mabtera itu.
Bolak balik diskusi, kehilangan ide, hoyong, akhirnya dengan sangat terpaksa, kami memutuskan give up. Kami gak punya akal lagi harus cari uang dimana. “Kita pulang ajalah Ko. Bismillah. Kita tunggu keajaiban Allah buat kita. Apalagi yang mau kita buat kan?” Koko pun pasrah. Aku membisikkan ke telinga Fenty, “Dek, ikhlaskan ya dek, kita pulang, nanti kita minta sama Allah yang terbaik. Kau yang kuat ya…..” alhamdulillah Fenty pun ikhlas dibawa pulang. Kami membawa dia pulang ke rumahnya sambil digendong Koko. Karena saat itu dia tidak bisa jalan. Modalnya cuma obat obatan dari dokter seplastik.


Sehari di rumahnya, minta dibawa kerumah Jemadi, tempat kami dilahirkan.
Tit..tit… bunyi alarm mobil. Kulihat Koko menggendong Fenty masuk kerumah kami. Aku segera menyiapkan tempat di sofa ruang tengah karena aku pikir, mereka cuma berkunjung sebentar. Fenty ditidurkan disana. Mendengar Fenty sudah pulang, banyak orang yang ingin datang melihat. Fenty sangat senang. Terpancar kebahagiaan melihat perhatian orang orang yang datang dan mendoakan. Hingga sore, dia mulai agak gelisah saat ada tamu terakhir di sore itu. Setelah tamu pulang aku meminta Koko membawa  Fenty ke kamar.”telpon lah mama Ko, kalian gak usah pulang aja,”kataku pada Koko agar mamanya dirumah tak khawatir.  “Syaffa, Ammar, kalian tidur sama Mama dulu sementara ya.. Ujing mau nginap sini, pakai kamar kalian dulu ya..” aku meminta izin Syaffa Ammar. Kami memang terbiasa mengkomunikasikan segala hal. Walaupun anak, mereka tetap berhak dianggap. “Oke ma.. gak papa… “ kami mulai membereskan kamar itu. Setelah beres, Fenty pun digendong ke kamar dan berusaha istirahat dan tidur, dengan kondisi masih bisa merespon sekeliling. Jam menunjukkan pukul 18.00 menjelang maghrib.

Aku akan tetap berusaha memeluknya sebagaimana orang tua kami mengajarkan sejak kecil.



Koma 30 jam di rumah Jemadi.
Waktu berjalan, semakin malam, Fenty mulai demam, batuk tak kunjung berhenti nafasnya sesak. Geraknya mulai gelisah. Aku pande pandean.  “Kita ke Rumah Sakit lagi dek?” Dia menggeleng lemah. Tiba pukul 22.00 Wib, Fenty berbisik ke telinga Koko, “kayaknya udah waktunya”… Degh!! Koko khawatir tapi tak memberitahu aku. Kegelisahan semakin memuncak hingga jam menunjukkan pukul 03.00 dini hari. Fenty tak bereaksi. Badannya dingin. Tak respon sama sekali. Dia koma. Allahu Akbar. Aku betul betul tak terima. Menangis tak berkesudahan. Saat itu, aku mulai menyalahkan diriku. Kenapa aku tak berusaha lebih keras untuk mencari uang? Tinggal dia darahku, itupun aku tak berjuang. Tiba tiba dia menjerit.. meregang… beberapa kali mendampingi keluarga sakaratul maut, semacam orang sekarat itulah reaksinya. Bola matanya hampir keluar dari tempatnya. Terbalik dan putih semua. Kami bertalqin di telinganya. Aku pikir, mungkin inilah cara Allah memisahkan kami. Beginilah cara Allah memanggilnya. Dalam keadaan koma, dia dengan fasih bisa mengucap “Laa ilaahailallah…” Allahu Akbar..” Alam bawah sadarnya masih bekerja dengan sangat baik. Aku tak bisa menahan tangis. Koko juga. Dalam tangis kami mengaji bersama sama sepanjang malam hingga pagi. Kami hanya berhenti mengaji untuk sholat. Aku bahkan tak buang air kecil selama puluhan jam. Lupa!
Selesai sholat subuh, Bou mertua Fenty datang bersama anak angkatnya Bu Lela. Mereka pun mengaji tak berhenti. Umi yang kupanggil juga datang bersama sahabat sahabat papa semasa hidup, Tante Ida dan Etek. Orang lain, tapi dekat dengan kami. Mereka pun membantu bertalqin dan berdoa. Bou, mengerahkan seluruh keponakan Koko di Padang Lawas dan Stabat untuk ikut mengaji mendoakan yang terbaik buat Fenty. Selama kurun waktu itu, pada ayat tertentu tiba tiba dia bereaksi berlebihan, kadang kakinya menegang atau  tangannya menarik narik ujung seprai. Kali lain mulutnya mengeluarkan suara ngorok. Di akhir akhir hari hampir pagi, tubuhnya meregang,tak bergerak lagi, tapi nafasnya masih ada. Sesekali kami menyapukan air putih ke bibirnya yang kering. Tangannya terlipat di dada. Kakinya dingin. Atas masukan Bou mertuanya, kami melumuri kakinya dengan minyak telon agar hangat kembali. Kami pakaikan kaus kaki. Istimewanya, selama proses tak sadarkan diri itu, diaper yang dipakaikan padanya terus menerus penuh. Seluruh cairan dalam tubuhnya keluar tak berhenti. Terakhir disertai kotoran yang menghitam. Mengurusi diaper nya sambil menagis, tak tahan aku bisikkan ke telinganya : “Bertahanlah dek, aku gak bisa kau gak ada. Cuma kaulah sandaran aku manusia. Bertahanlah. Jadilah pemenang. Aku tahu Allah masih ngasih kita kesempatan sama sama…” sambil menangis tak berhenti. Tak bisa kupicingkan mata ini untuk tidur.
Pagi pun datang. Aku undur diri pada Koko, “Ko, kakak cuci piring dulu ya. Sebentar aja.” Aku pikir, sesulit apapun, anakku, suamiku, juga harus makan, rumah harus beres. Aku mengerjakan tugas rumah sebentar. Koko tetap mengaji. Hingga tepat pukul 09. 00 pagi Koko berteriak memanggil : “Kak Ika… Kak Ika…. “ Aku melompat langsung ke kamar. Ya Allah..Kulihat Fenty membuka matanya sambil senyum lemah pucat pasi. Ya Allaaaaah aku langsung sujud syukur saat itu juga. Kuciumi pipinya berulang kali. Betapa bahagiaaaaa rasanyaaaaa. Ya. Setelah 30 jam koma Allah kasi Fenty sadar tepat saat Koko sampai pada bacaan QS. Al Israa ayat 85 : “Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh. Katakanlah, “ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit.”
Tak henti aku mengucapkan syukur Alhamdulillah. Allah memang Maha Besar.

Sadar dari koma, kehilangan kosakata dalam memori otak dan syaraf bicara terganggu, Fenty kembali ke rumahnya. 


Setelah Fenty sadar dari koma, dia masih terlihat sangat kebingungan. Banyak hal yang ingin disampaikan tak mampu disampaikannya. Beruntung perusahaan memberikan izin cuti khusus untuk recovery. Setiap hari kami sibuk menebak apa yang ingin disampaikan. Bahkan dia tidak mampu menulis satu kosa kata pun padahal selama ini tulisannya sangat rapi dan bagus.
Tapi sebagaimana aku pernah menyampaikan pada part sebelum ini, bahwa kembali sehatnya orang sakit, selain karena ketentuan Allah, sangat bergantung pada cara pendamping nya merawatnya. Beberapa minggu dirawat dirumahku, ketika tiba saat anak anak selesai libur sekolah, Bou mertua Fenty dan suaminya memutuskan Fenty untuk dibawa pulang ke rumah mereka. “Fenty tanggung jawab suaminya Ka. Kami insyaallah akan mengurusnya dengan baik.” Kata Bou. Masyaallah.. Disaat dunia ini hampir pecah, kami diberi anugerah berkumpul dengan orang orang soleh dan soleha seperti mereka sungguh itu keajaiban dari Allah. Untuk membantu proses perawatan, kakak ipar Fenty menyediakan waktu sepenuhnya untuk mendampingi hingga sembuh, walau dengan meninggalkan anaknya sementara yang sudah SMA di Padang Lawas dan dirawat oleh kakak ipar yang lain. Aku tak bisa berkata kata. Pada kesempatan lain, kakak kakak ipar lainnya lagi bergantian datang berkunjung bersama para keponakan sebagai wujud perhatian pada Fenty. Akupun secara berkala datang ke rumah mereka dan sesekali ikut menemani terapi. Karena bercakap cakap kami yakini mempercepat syaraf bicaranya kembali normal. Bercerita tentang masa lalu, kami percayai sebagai salah satu terapi mengembalikan kembali memorinya yang telah hilang. Sesekali kami melatihnya menulis, memegang pulpen, menggunakan sendok atau berjalan dalam jarak pendek dan tetap didampingi.

Hijrah ke pengobatan Thibun Nabawi.
Keputusan besar untuk membawa Fenty pulang kerumah dan mengupayakan pengobatan tanpa obat dokter kemarin awalnya murni karena kami tak punya uang. Sempat menelepon dokter dan mengajukan agar Fenty bisa dibantu pengobatannya oleh BPJS tapi tak bisa. Hahaha sudahlah.. tutup buku aja. Tapi siapa yang dapat menyangka akhirnya kami justru menerima keajaiban Allah yang tak hanya memberi pembelajaran pada Fenty, tapi juga kami yang merawatnya. Kondisi Fenty saat keluar dari Rumah Sakit kadar HB nya belum normal Cuma 5 dan susah untuk naik ke kondisi normal. Setelah sadar, kami diskusi serius soal apa yang harus kami lakukan besok tanpa obat obatan lupus yang selama 10 tahun sudah bersama Fenty. Aku dan Koko dengan ikhlas menerima masukan Bou yang tentu sudah lebih berpengalaman. “Bou haqqul yaqin Fenty sembuh dengan izin Allah. Kita bismillah aja dengan pengobatan herbal. “ Umi, kemarin sempat menyumbangkan sebotol sari kurma produk HPAI yang dipercaya mampu meningkatkan kadar HB. Kami membelinya beberapa botol dan memberikan pada Fenty sesuai dosis anjuran. Salah seorang sahabat yang aku tak pernah bertatap muka, teman di fesbuk  Dita Amanah menghadiahi minyak kutus kutus tanpa aba aba yang akhirnya ampuh menghilangkan bekas bekas serangan lupus pada kulit Fenty. Alhamdulillah… terima kasih Dita dan semua sahabat yang tak dapat kusebutkan satu persatu, yang membantu meringankan kondisi kami. Akhirnya kami memulai semua pengobatan yang selama ini takut kami lakukan karena khawatir memperparah kondisi Fenty. Semoga Allah mengganti semua kebaikan sahabat dan keluarga dengan rezeki dan kesehatan berlimpah.
Insyaallah sehidup dan sesurga.


Apa itu pengobatan Thibun Nabawi
Secara  bahasa, Thibbun Nabawi  berarti kedokteran ala Nabi.  Rasul memang tidak pernah memerintahkan umatnya untuk membuat system pengobatan yang disebut Thibun Nabawi ini, namun banyaknya hadist yang berbicara tentang kesehatan, sistem pengobatan, penyembuhan dan obat obatan menunjukkan bahwa sesungguhnya Rasul sangat peduli kesehatan. Ini merupakan ijtihad para ulama yang peduli terhadap masalah ini kemudian mengumpulkan hadist-hadist berkaitan dengan pengobatan secara Islam dikumpulkan pada bab ath-thib  yaitu bab tentang pengobatan. Mereka menjelaskan maksud hadist dan sisi ilmiahnya. Dari kumpulan hadist ini kkemudian para ulama menulis buku yang dinamakan thibun nabawi. Beberapa ulama yang menulis buku khusus soal masalah ini adalah : Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Imam Adz-Dzahabi dan Imam As – Suyuthi.
Ibnu Qayyim A-Jauziyyah meggambarkan  thibbun nabawi ini adalah bentuk pengobatan yang sesuai petunjuk pengobatan yang pernah dipraktekkan oleh Rasul semasa hidupnya. Pengobatan ini tidak hanya berpusat pada kesehatan fisik tapi juga hati.  Dimana sehatnya hati ini tandanya seorang muslim mengenal dengan baik Allah, Tuhan yang menciptakannya., mengenal nama, sifat, perbuatan dan hokum hokum Allah. Selalu mencari ridho Allah, melakukan yang disukaiNya dan menjauhi yang dibenciNya.
Digambarkan Ustadz DR. Muhammad Ali Toha Assegaf dengan konsep smart healing nya, Pengobatan sebagaimana kehidupan yang ditunjukkan oleh Rasul ini meliputi empat hal yaitu :
  • Preventif
  • Kuratif.
  • Rehabilitatif
  • Promotif.


Hal ini sangat berkaitan erat dengan gaya hidup seorang muslim dalam menjalankan kesehariannya. Risalah yang dibawa Rasul untuk tindakan Preventif yang mengarah kepada risalah akidah dan agama, Dalam pengertian ini menurut Prof. Dr. Abdul Basith, Rasul menitikberatkan filsafat kedokteran dalam tiga hal sebagai berikut :

1.     Membersihkan kedokteran dari unsur Khurafat, perdukunan, sihir dan sejenisnya.
2.      Meletakkan dasar tindakan pencegahan dari penyakit seperti membersihkan lingkungan dan berupaya merealisasikannya pada hal hal yang bersifat wajib.
3.      Mempraktekkan tindakan pencegahan dari penyakit saat dibutuhkan.

Dalam hal  pencegahan penyakit, Rasul mengawali dari diri sendiri seperti bersuci, berwudhu, mandi, melakukan sunnah sunnah fitrah, istinja, siwak atau menyikat gigi, shalat, puasa, memakan makanan yang halal dan thayib, menjauhi makanan yang haram, menjauhi narkoba, menjauhi rokok, tidak menggauli istri yang sedang dalam keadaan haid, mementingkan pemberian ASI, menjaga kebersihan lingkungan dan mengupayakan pencegahan penyakit menular dan penyakit kelamin salah satunya dengan cara menjauhi zina.
Sedangkan dalam upaya penyembuhan penyakit DR. Muhammad Toha Ali Assegaf menjelaskan bisa dengan lima cara yaitu : mengoptimalkan ibadah, mengatur makanan, membacakan doa-doa menggunakan obat obat resep dari Rasulullah dan memperbaiki lingkungan.
Jika penyakit sudah datang menyerang tubuh atau pikiran, walaupun sudah dilakukan upaya pencegahan maka segera lakukan terapi pengobatan (kuratif) dengan cara cara yang syar’I mengikuti petunjuk dari perilaku Rasul. Rasul pernah bersabda : “berobatlah, tetapi jangan berobat dengan yang haram.”
Dalam hal berobat ini, Rasul selalu mengambil obat yang bersifat tunggal (al-adawiyah al-mufradah atau al adawiyah al bashitah) bukan obat campuran (al adawiyah al murakkabah). Biasanya untuk penyembuhan Rasul menggunakan obat Antara lain : madu, kurma, zaitun, thalbinah dan sebagainya. Adapun metose yang biasa dilakukan rasul selain konsumsi obat obatan tersebut salah satunya adalah bekam. Jika harus dilakukan tindakan operasi, hendaklah berkonsultasi dengan dokter muslim yang amanah yang melakukan pengobatan secara syar’I pula.
Setiap Muslim perlu mengetahui bahwa terapi thibbun nabawi ini tidak bekerja instan, melainkan bertahap yaitu : release (mengeluarkan), relax (menenangkan), regeneration (mengganti dengan yang baru) dan refunction (mengembalikan fungsi)
Jika telah dilakukan upaya penyembuhan selanjutnya memasuki tahap rehabilitatif dimana seseorang yang telah menjalani perawatan harus menjaga kesehatan dengan membangun kembali agar pulih seperti semula. Hal ini harus dibantu dengan melakukan ibadah ibadah yang memiliki dimensi kesembuhan dan pengobatan seperti berdoa, membaca Al-Qur’an, shalat tahajjud, sedekah dan lainnya disamping memperkuat ibadah wajib seperti sholat lima waktu, puasa Ramadhan, zakat dan ibadah haji jika memiliki kemampuan fisik dan finansial.
Hingga pada akhirnya sampailah pada tahap promotif,  menyusun langkah peningkatan kualitas hidup dengan menjaga fisik dan mental  dari segala sesuatu yang dapat merusaknya. Bisa dengan memaksimalkan adab adab islami dengan menghiasi jiwa dan diri dengan perbuatan terpuji, meningkatkan rasa syukur, tidak angkuh dan sombong, menjauhi sifat dengki, memperbanyak maaf dan silaturahim, berbaik sangka pada Allah dan lain lain.

Berkenalan dengan Rumah Sehat Thibbun Nabawi Ustad Musdar Bustamam Tambusai.
Melalui Bou, kami mengenal Umi Rahma, istri Al Ustad Musdar Tambusai, salah satu praktisi pengobatan Thibbun Nabawi di Medan. Di Rumah Sehat inilah sekarang kami melabuhkan harapan sembari dibimbing secara perilaku syar’i. Untuk penanganan pengobatan Fenty, kami melakukan kontrak pengobatan selama 3 bulan penuh. Di awal kontrak, kami dikenai biaya 5,5 juta rupiah untuk penanganan selama 3 bulan penuh. Dengan dana itu, kami diberi fasilitas obat parem yang terdiri dari 60 jenis rempah dari berbagai Negara di belahan dunia yang lain, mendapatkan 12 kali terapi pemijatan dan 5 kali terapi bekam jika kondisi HB dan tubuhnya sudah normal. Pengobatan ini dilakukan sesuai hasil pemeriksaan terakhir dari Rumah Sakit. Selain dana tersebut di atas, kami juga harus melengkapi obat obatan pendukung dari HPAI seperti sari kurma, gamat, spirulina dan madu propolis sesuai anjuran. Untuk perbaikan syaraf otak, kami dianjurkan membeli Bking yang sudah terbukti banyak berhasil mengobati pasien stroke dan penyakit terkait syaraf lainnya.
Di awal mengikuti langkah terapi di Rumah Sehat, Fenty mengalami efek keluarnya cairan yang menyebabkan tubuhnya bengkak selama ini. Akhirnya dia benar benar menjadi kurus. Namun, dengan bantuan obat obatan yang dikonsumsi, akhirnya Allah mengizinkan nafsu makaannya bertambaah dan pelan pelan mengalami kemajuan. Kosakata yang bisa dikeluarkannya mulai banyak, mulai bisa duduk dan makan sendiri, mulai fast response jika diajak bicara dan banyak kemajuan lain. Bahkan kemajuan paling signifikan, sekarang Fenty sudah lepas diapers. Alhamdulillah. Bahkan kemarin, dia berusaha keras menceritakan pengalamannya saat koma. Aku melarangnya. Aku bilang padanya, cukuplah itu menjadi rahasia Allah dan tak perlu diungkapkan. Kami meyakini, kemajuan ini juga tak luput dari doa doa para sahabat dan keluarga. Semoga semua yang mendoakan diberi Allah kesehatan.

Mungkin selama ini kami telah sangat jauh melangkah di bumi Allah dengan mendekati bahkan melakukan hal hal yang belum benar dalam pandangan agama. Termasuk bagaimana kami menyikapi kehidupan dan gaya hidup serta bagaimana kami menyikapi sakit dan penyakit yang diberikan Allah. Tapi hidup adalah proses belajar seumur hidup. Orang tua kami selalu mengingatkan : “Tuntutlah ilmu hingga ke liang lahat”. Mungkin pada rangkaian proses ini Allah ingin memberikan peringatan yang berbeda daripada sebelumnya. Sungguh, kami hanya berupaya kembali berbaik sangka pada ketentuan Allah. Seperti manusia lain, kami ingin memperbaiki diri dengan lebih baik. Satu satunya doaku buat Fenty hari ini adalah Allah benar benar angkat penyakitnya dan sembuh seperti sediakala. Bagaimanapun, aku ingin dia bahagia_

Bersama para kakak ipar yang menyayanginya setulus hati bak saudara kandung.

 -selesai-


*catatan :
Harapannya, seluruh proses dalam cerita ini kelak akhirnya bisa menjadi warisan bagi anak cucu kami bagaimana nenek moyangnya berupaya menjadi orang yang kuat dan berdiri tegak walau berkali kali oleng. Kapal akan benar benar tenggelam hanya ketika Allah memerintahkannya mati dalam keadaan terkubur di air sesuai janjinya. Dan janji itu sudah tercatat di Lauhul Mahfuzh.
Begitu juga kami dan ketentuan akan kami.
Wawlahualam bissawab.

Referensi : Halal- Haram Ruqyah, ust. Musdar Bustamam Tambusai

You Might Also Like

3 komentar

About Me

Siska Hasibuan,ibu dua anak, pengajar @LP3i dan UINSU, productive mom, owner @mumubutikue dan @kuihdeli

Like us on Facebook