Pihu, ada tapi diabaikan.. Percuma!

Januari 20, 2019





Beberapa hari belakangan ini beredar di temlen medsos para emaks menyebarkan film bertajuk “Pihu”. Hindi movie ini begitu menggugah perasaan emak emak. Mulai dari berbagai review yang saya nilai senada mengungkapkan perasaan emak, ada yang begitu menghujat keegoisan para lelaki yang berjudul ayah di muka bumi ini.
Temanya sih biasa, rumah tangga. Inti tema yang ingin disampaikan adalah betapa kekerasan verbal dalam rumah tangga sangat sering berakibat buruk pada percaturan politik dalam rumah. Halah!



Pihu,  saat lapar dan parata hangus terbakar



Kemarin, saya sok nimbrung komen di fesbuk, dengan sudut pandang saya soal film ini. Saya bilang kemarin, betapa enaknya pemeran Puja (ibu Pihu) dalam film ini, dibayar mahal cuma buat tegolek (baca :tiduran) aja. Hahahaha… Yang komen atas status ini macam macam, rata rata menganggap saya bercanda..
Ya, saya memang lebih sering bercanda di timeline, karena buat saya, media sosial itu salah satu cara orang zaman ini mencari kebahagiaan dengan modelnya masing masing. Jadi, kenapa saya gak coba ikut membahagiakan orang lain dengan status berisi joke atau cerita humor wak labu* saja? Yang justru mungkin bisa membantu para nyonya rumah tangga senyum dibalik tumpukan cucian…


                                                           enak kan pemeran emaknya, tidur bae honornya gede hahahha


Kembali ke laptop.

Pihu, sudah dirilis sejak 16 November 2018, diangkat dari kisah nyata yang terjadi di apartemen New York tahun 2017.  Dan katanya film ini banyak menuai kritik dari berbagai pihak dan pemerhati masalah sosial terutama pada budaya prilaku kasar pada masyarakat yang menjadi latar pembuatan film ini (saya gak punya info ajeg dan faktual soal info ini, jadi maafkan saya jika saya salah).
Berbicara lebih jauh soal Pihu, di film ini digambarkan bagaimana  gadis kecil berusia dua tahun ini, bertahan hidup selama tiga hari, tanpa mengetahui ibunya, yang ada di hadapannya telah meninggal dunia…

“mama ninu…..mama ninu...” ( pada teks terjemahannya tertulis, kalimat itu berarti : mama tidur..) Pihu menjawab saat ayahnya menelepon dari luar kota ketika sudah menyesal akan perbuatannya melontarkan kekerasan verbal pada ibunya sebelum memutuskan bunuh diri akibat tak tahan dengan aksi kekerasan yang dilakukan mungkin setiap hari atau setiap jam?
Ah, mungkin benar kata orang orang, kekerasan verbal yang mengganggu psikologis justru lebih menyakitkan dibandingkan pemukulan. Mungkin…. Saya hanya menduga, karena Alhamdulillah tidak pernah mengalaminya seumur hidup. Saya tumbuh dalam kehidupan orang orang yang santun secara tingkah laku dan bahasa. Eh, kok malah bahas saya.. hahahhaa


Film ini sungguh bikin saya geregetan. Saya pikir, pemilik ide cerita ini punya gaya berfikir yang unik. Bagaimana tidak? Saat rata rata film India sarat musik dan lagu, penuh dengan pemain dan penari, film ini justru dibuat minim pemain, sedikit percakapan, tapi sarat makna. Isinya dapat. Saya kagum dan gak habis pikir bagaimana sutradara Kapri Vinod mengarahkan Myra Vishwakarma sehingga bermain begitu baik sebagai Pihu. Natural, tidak lebay, tapi bikin deg degan. Seakan akan saya ingin hadir disana dan memeluknya, membantu semua keperluannya.miris!


Sepertinya ini masalah tahunan terpendam yang tak berkesudahan, KDRT, kekerasan verbal tak berbalas,  dan akhirnya membuncah saat  selesai perayaan ulang tahun di rumah mewah berlantai dua itu, sang ayah hendak bertugas keluar kota, sepertinya ibunya terlambat bangun tidur sehingga telat menyiapkan keperluan sang ayah untuk keberangkatan ke Kolkata. Akibatnya, sebelum berangkat sang ayah harus menyetrika sendiri dan lupa mematikan setrikaan yang sedang rusak tombol otomatisnya. Dalam suasana panik ini, sang ayah menyempatkan menghujat dan menghina perempuan yang menjadi istrinya itu, berulang ulang dan tak berhenti. Singkat cerita, sang ayah pergi, Puja, istrinya, menelan obat tidur dalam jumlah banyak untuk bunuh diri dan berhasil. Pihu, yang saat itu baru bangun dari tidurnya tak menyadari ibunya sudah meninggal, tetap berusaha berkomunikasi, membangunkan, menggoyang goyangkan tubuhnya, berupaya mengajak makan bersama, namun Puja (Prerna Vishwakarma), sang ibu telah terbujur kaku.


Dalam kondisi ini, Pihu berusaha berjuang mencari susu saat haus, namun sialnya, Pihu justru mengangkut botol karbol dan menuangkannya kedalam botol susu. Tapi Tuhan pasti menolong anak kecil tak berdosa, entah mengapa botol berisi karbol tumpah tak bersisa hingga Pihu, tak jadi meminumnya. Tak lama, Pihu lapar, dengan susah payah mencoba membakar parata sebagaimana yang dilakukan ibunya selama ini barangkali, namun, karena tidak mampu mengoperasikan microwave dengan baik, maka parata hangus dan pihu batal makan, huuuft…. Dan kekacauan demi kekacauan terjadi sungguh menggugah emosi. Kompor gas yang hidup terus menerus selama dua hari akibat Pihu tak mampu mematikannya, main di balkon rumah, boneka kesayangannya tercampak ke parkiran bawah, Pihu berusaha memanjat dari ketinggian, beruntung ada seseorang yang berhasil menggagalkan aksinya untuk terjun ke lantai dasar dari lantai dua rumahnya… betul betul bikin naik sasak mamak gardam.







Pihu agaknya cukup beruntung, setidaknya sebelum ibunya meninggal, sempatlah Puja memberikan toilet training  pada anak usia 2 tahun ini. Ini tergambar dari bagaimana dia santai saja ketika ingin BAB mengambil alas toiletnya dan meletakkan dengan benar pada tempatnya. Berbagai aksi Pihu bertahan hidup selama tiga hari dalam film  ini juga setidaknya memberikan inspirasi bagi para ibu, apa saja bekal yang harus diberikan seorang ibu pada anaknya baik perempuan maupun laki laki.  

Emosi saya kian memuncak di scene scene akhir, ketika terjadi korsleting listrik, air kran wastafel cuci piring sudah membanjiri rumah,hingga tetangga mulai panic dan terganggu, setrika mulai terbakar, kipas angin hidup mati hidup mati, OMG, langsung terbayang bagaimana jika itu terjadi dirumah kami dan dialami kedua anakku… langsung trauma keluar rumah mamak. Standart gaya mamak mamak kalau nonton film drama…Walau sad ending, akhirnya Pihu tertolong dengan kehadiran ayahnya meskipun sudah  terlambat. Setidaknya ada juga rasa syukur di penutupnya walau gondok menyaksikannya.


Terlepas dari berbagai kritik yang dituai film ini, saya cenderung lebih suka menarik pembelajaran. Film ini betul betul membuat saya introspeksi sudah sejauh apa peran  saya sebagai ibu  terhadap anak saya. Belajar dari tindakan Puja, sang ibu yang bunuh diri, menurut saya, terlepas dari kesulitan yang diterimanya sebagai istri, saya pikir sangat egois dan tidak beertanggungjawab jika kita memilih bunuh diri untuk menyelesaikan semua masalah yang terjadi. Menurut saya, mungkin lebih baik melarikan diri dan bercerai daripada harus mati meninggalkan anak tak berdosa seorang diri, Sungguh, jadi ibu emang kudu strong dan muka tembok.

 Saya tidak terlalu ngurus  perilaku ayah, karena walau tak sepenuhnya benar, kadang laki laki yang punya marwah lebih tinggi dari perempuan di dunia ini cenderung bebas saja bertindak egois terutama dimata masyarakat kita, sepertinya apapun bentuknya semua hal yang dilakukan laki laki adalah hal yang wajar, berbeda jika hal yang sama dilakukan perempuan, mungkin feedback yang didapat dari masyarakat akan berbeda. Saya tidak sedang ingin membahas perkara kesilapan dan tumpang tindih soal gender dan hal sejenisnya. Sekali lagi, saya lebih foukes  sama perilaku perempuan. Dari sini saya menanamkan pada diri saya, apapun yang terjadi, saya harus kuat demi anak anak saya. Kemudian saya juga diingatkan, sudah sejauh mana proses pembelajaran hidup yang  sudah saya berikan pada anak saya yang saat ini usianya  10 tahun. Apa persiapan yang saya lakukan buat anak saya jika saya meninggal nanti? Ilmu apa yang sudah saya ajarkan pada mereka untuk bisa survive  menjalani kehidupannya walau tanpa kami orang tuanya?



             Allah mengingatkan dalam surat An-Nisa’ ayat 9 :
          “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.”



Reminder buat aku!
Sudahkah aku berusaha? Sudahkah aku mengerjakan tugasku? Sudahkah aku benar benar menjaga titipan yang ada padaku? Akankah cukup waktu melakukannya? Bagaimana melakukannya di sela sela aktivitas pribadi setiap hari? Mana yang harus didahulukan? Diri sendiri? Atauuuu? Sudah benarkah apa yang dijalankan selama ini? Semoga Allah masih memberi kesempatan aku memperbaiki diri..



Tqu so much Pihu….


Catatan
*Wak labu : istilah orang Medan yang menggambarkan orang yang tak bisa dipegang omongannya. Kadang dipergunakan asal saja tanpa alasan semacam sebuah ungkapan spontan.

You Might Also Like

28 komentar

  1. Iya kan kak..

    Apalagi mamak Medan, kan bagusan hidup sendiri daripada terus ko sakiti... 😂

    Sempat pulak dimakannya obat tidur mamaknya itu..
    Untung cuma efek tidur aja..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nantik awak bilang paok katanya awak kejam ya kan hahaha

      Hapus
  2. Gimana kalo mau nonton film ini kak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. di yutup banyak link nya.. search aja pihu full movie yaaaa

      Hapus
  3. Akhirnya berhasil juga kunonton pilem ini kak,walaupun nontonnya Nyambi ngAsi dan jaga kede.

    Watak kali anak yg memerankan pihu.
    Cuma,awak agak ngerasa monoton sama adegannya kayak berulang ulang.
    Dan ada bbrapa adegan agak janggal rasanya. Contohnya, pas pihu masuk kulkas,dan kulkasnya nutup rapet,eh keluar lagi.

    BalasHapus
  4. mulai kehabisan ide eksplorasi sutradaranya. Payah la memang mengarahkan bayi gitu maen hahaha

    BalasHapus
  5. Awq nontonnya pas tengah malam pulak,,, agak gimana lah kalo awq jd mamaknya kk,,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalo bu eci mamaknya ya gak bunuh diri lah bunuh orang hahahaha

      Hapus
  6. aku suka lihat film gini tapi aku takut baper hahaha

    BalasHapus
  7. jiahhh gak ada larangan baper hahaha

    BalasHapus
  8. Keknya awak ga bisa nontonnya nih..
    Baca sinopsisnya aja udah berkaca2..

    BalasHapus
  9. ya ampon gk kebayang klo yg begitu anak ku sendiri kak..#bapak anak aja gk ada tiba2 merasa ada anak haha

    ish benerlah klo gk.dididik.anak dgn.baik pas ditinggalkan dia gk.bisa survive hidupnya.. sedihnya

    BalasHapus
  10. Banyak pelajaran dari Film ini.

    Pertama, ga boleh kasar dalam berbicara. Kedua, nengajarkan anak mandiri sejak dini. Mantul tulisannya kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillah.. makasi broh alfie... kasar itu bukan budaya blogger sumut ya kan hehhee

      Hapus
  11. kekerasan verbal sering kali lebih menyakitkan daripada kekerasan fisik. itu salah satu point penting yang sy ambil hikmahnya dari film pihu

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya.. dan orang orang yang mengidap penyakit ini biasanya ada yang gak selesai dalam fikiran dan dirinya sendiri ya kan

      Hapus
  12. Pembelajaran.....kekerasan psikologis itu berbahaya.....

    BalasHapus
  13. sedih nya. tapi alhamdulillah waktu kecil aku gak pernah ngalamin ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillah... berarti mata rantai yang akan berlanjut kedepan sistem yang baik insyaallah..

      Hapus
  14. Pihu mengingatkan Gacil akan maraknya kasus kekerasan pada anak termasuk Bullying kak. Traumanya luar biasa kalau udh yang namanya kekerasan psikis

    BalasHapus
  15. ah, kok aku gak tau film bagus ini??? *towew. oke baiklah. yok kita cari link donlotannya.

    thanks kak for sharing.

    BalasHapus

About Me

Siska Hasibuan,ibu dua anak, pengajar @LP3i dan UINSU, productive mom, owner @mumubutikue dan @kuihdeli

Like us on Facebook