Islam, ber- Islam dan hal hal non kontekstual yang mengikutinya (Baca : dalam hidupku)
Januari 22, 2019
“Bang, nanti maharnya emas aja
ya. Yang beratnya sesuai tanggal pernikahan biar memorable”, pintaku saat itu. “hmm…..” Lelaki
pura pura gentlemen yang berani - beranian meminangku 12 tahun
lalu itu, cuma bergumam. Karena kedekatan yang tidak terlalu intens dan latar belakang pola asuh yang
berbeda membuat kami agak kesulitan menyampaikan maksud yang ingin diutarakan.
Tapi dasar aku memang perempuan muka tembok yang sejak kecil diajarkan
bagaimana cara mengekspresikan perasaan yang boleh, walau kadang belum tentu benar ya cuek aja melakukannya. “Toh
aku perempuan, ya kudu diturutinlah kalo mau. Siapa suruh nglamar aku. Ya kan? Ya kan?????” (menanamkannya baik baik dalam
hati berharap diijabah. Hahahahha)
Bagai angin, percakapan ini tak
berujung.
Pada kesempatan berkomunikasi via
telepon berikutnya, dia menyinggung lagi, “Ka, teringatnya, kenapa Ika maunya
maharnya emas? Kalau gini cemana,
Abang tetap kasi perhiasan, berapapun
yang Ika minta, tapi abang maunya maharnya Al-Qur’an. Ya?ya?ya?... Mau ya?” (Dia
rada maksa. Maksa kali pun)
“Kenapa harus Al-Qur’an bang?” (Aku
mulai agak senep ketakutan)
“Kenapa Ika harus jadi beban? di
mata Abang, Ika tak ternilai, dan buat abang simbol tak ternilai itu bisa
digambarkan dengan Al-Qur’an itu sebagai mahar. Emas? Bisa dibeli, kiloan pun
bisa dibeli pakai uang, tapi makna kitab suci bagi Abang jauh lebih sakral.”
Seharusnya dilantak sama rayuan
pulau kelapa model cemgitu bikin
mabok kepayang ya nyah. Ternyata nyonyah malah ilang premannya waktu itu. Hahahha…..
“Tapi kan Bang, kalau dijadikan
mahar, kan harus dibaca tiap hari?” (dengan muka memelas).
“Trus, kenapa kalau harus dibaca tiap hari? Masalah??” cecarnya
tanpa ampun.
Huft!!!! Jadilah aku kenak pidato keagamaan 100 SKS soal buat
apa kitab suci itu bagi manusia yang mengaku punya agama. Jadilah aku
mendengarkan ceramah panjang pendek sambil agak emosi kawan itu soal bagaimana
seharusnya orang yang mengaku Islam memperlakukan Al-Qur’an sebagai pedoman
dalam hidupnya.”
Cetek! Fakir ilmu. Itu aku sangat itu zaman dulu kala. Bukan berarti sekarang udah hebat kali. Sama sekali enggak. Tapi ya dalam banyak kesempatan aku suka
melontarkan humor sama kawan kawan bahwa aku baru “masuk Islam” setelah laki
laki luar biasa itu, ayah dari anak anakku, menjadi suamiku.
Aneh bin ajaib, itu lebih tepat
menggambarkan aku yang dahulu. Dulu, lingkunganku sering berpendapat begitu
soal mahar kitab suci atau seperangkat alat sholat. Kata suamiku dulu sambil heran, “Kitab
suci itu, jadi mahar atau gak jadi mahar nikah, ya tetep harus jadi bacaan
utama orang yang mengaku Islam, sebelum baca buku buku lain. Aneh kali cara
berfikirnya.”
Masalahnya ya baru sampai disitu pulak ilmu itu Juragan.. Hehehehe…
Mungkin karena seumur hidup
terlalu banyak mengerjakan perkara dunia fana tak seberapa inilah, jadinya
kurang apdet sama agama. Aib? Enggaklah.
Wong kurasa kawanku banyak di muka
bumi ini. Eh, malah nuduh. Sombong… sombong….. hahahahah…
Itu baru satu perkara. Selama kami
bersama mungkin ada ribuan perkara
akhirat, masalah masalah berkaitan dengan Islam yang jauh berbeda bak langit dan bumi. Aku yang lebih
melek panggung dan naskah drama dibandingkan lembar Al-qur’an ini tentu milih
manut dan open mind lah. Toh, buatku juga. Malah aku baru tahu
jumlah ayat Al –Qur’an sebenarnya ada 6236
ayat di hari pertama selesai akad nikah loh.
Subuh itu, selesai sholat pertama kami yang dilakukan bersama-sama, aku ditanya, kemudian salah
menjawab, akhirnya disuruh ambil kitab mahar itu, sama kalkulator. Daaaaaaaaaan
aku salah sodara sodara… Selama ini
aku taunya dari guru guru agama, Al-Qur’an itu ada 6666 ayat. Entah siapaaaaalah yang menyebarkan informasi salah itu
pertama kali. Hiks… betapa sedih kurasa. Aku tertipu. Atau aku tak mau cari
ilmu?
Salah siapa? Salah orang tuakah? Enggaklah.
Kan aku udah tua. Salahku sendiri lah
kenapa puas dengan kefakiran. Bukankah Islam ini berkemajuan? Jadi kenapa aku
memilih jalan di tempat? Jangan jangan malah mundur? Kasihan kali ya?
Pernah aku dengar ada orang
bilang, kalau kita terlahir miskin, itu kemungkinan salah orang tua. Tapi kalau
kita mati dalam keadaan miskin, ya salah
kitalah! Masak salah kursi. Atau salah pohon?
Tolonglah cuy, jan asik carik pembenaran ajah.
Pembenaran itu hal paling
menyakitkan buat bekal nanti di akhirat. Karena dia pura pura benar padahal belum tentu. Kalau agama itu cuma
mengenal dua hal, salah atau benar. That’s
why cuma ada neraka sama surga. Gak ada tempat parkir disana nanti untuk
orang yang rajin gak mampu memilih salah atau benar akhirnya milih jawaban c,
kedua jawaban salah. Halah!
Itu salah dua cikal bakal aku
mulai belajar, kembali membaca, nyari guru,
diskusi sama orang yang lebih paham, mendekatkan diri ke keluarga suami, curi
dengar muzakarah*nya, menghadiri
taklim, ganti komunitas, sampai berupaya mengubah yang perlu diubah, menambah
yang masih kurang, membuang yang sudah paham tak boleh dilakukan, hingga
sampailah pada AKU YANG SEKARANG.
Kata almarhum Bapakku dulu, "kalau mau wangi, berkawanlah sama tukang jualan minyak wangi. Paling enggak, bauk keringatmu tertutupi."
Doakan AKU YANG BESOK lebih baik yah! mamaciy…
Doakan AKU YANG BESOK lebih baik yah! mamaciy…
*Muzakarah artinya : bertukar fikiran tentang suatu masalah, bisa juga
berarti mengulang pelajaran bersama –sama.
21 komentar
Dulu2 rasanya menikah itu kek dipenjara awak.
BalasHapusIzin minta ngaji pun gak dikasih.
Setelah berkaca, barulah sadar..
"Cemana mau dikasih ngaji, belum ngaji aja sukak kali menceramahi suami kayak ustadzah.. apalagi udah ngaji. Tambah sok pula nanti.."
Akhirnya setelah awak yang berubah, barulah terasa baik kali suami itu ya..
Udah boleh ikut ngaji, boleh kopdar komunitas ini itu, bisa lah keluar rumah tanpa merasa dipenjara lagi..
Tapi memang sikit2 lah pikiran itu terbuka..
Karena kalo masih merasa benar sendiri, gak bisa masuk pula apa yang disampaikan. Akhirnya sukak cari pembenaran.. bukan kebenaran.
becul buuu... kita perempuan ini potensi jadi sombongnya besar kali kan. Baru tau sikit macam dah hebat. hahahahha
BalasHapusGausahlah awq yg curhat disini ya kk,, hahaha,,, awq pun ilmu syukur masih kurang,,,
BalasHapusgausahla nanti awak pulak yang nagis hahaha
HapusJadi teringat kalo tanggal bersejarah kita sama ya kak'e
BalasHapushaha bahagianya samaan dengan bunda luar biasa...
Hapus❤❤❤❤
BalasHapuslove love loveee
Hapusmasyaallah nemu suami yg membimbing diiringin ilmu dan iman yg baik..masyaallah..surga tu bisa buat kita ya kak..
BalasHapusharapannya ya mak.... semoga beliau tu sehat sehat ajalah otaknya nengook awak hahaha
Hapuspoint penting di kata penutup. kata alm bapak kk itu juga yang disampaikan Rasulullah dalam hadisnya.
BalasHapushehehe yaha... insyaallah berupaya ya buuu
HapusHarus banyak belajar dari abang nih. Hahaha
BalasHapusyokla tukar tambah ilmunya sama guru nge blog hahaha
HapusHarus banyak belajar dari abang nih. Hahaha
BalasHapusNjleb awak bacanya... banyak introspeksi lagi
BalasHapuseh abang ni kerabat kita juga bray... stambuk 95 dia dulu ketua insan hazeeeg
HapusSelf Reminder buat Gacil
BalasHapusgacil luar biasaaaa
Hapusmakjleb bacanya. makin ngerasa kurang ilmu awak mak eeee......
BalasHapusnice share kak.
sama sama kurang awak pun.. semoga bermanfaat yaaa makasi sudah mampir
BalasHapus